PROGRAM PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


 

Keberhasilan gerakan penyelamatan agribisnis teh nasional akan sulit terwujud tanpa dukungan regulasi dari pemerintah, baik regulasi tata niaga, pengupahan, dan tentunya regulasi perpajakan khususnya pembebasan PPN atas penyerahan komoditi teh. Sehubungan dengan diterbitkannya UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah, berkembang informasi bahwa atas penyerahan Komoditi teh akan dikenakan lagi PPN sebesar 10%.

Terkait dengan kebijakan tersebut, Dewan Teh Indonesia (DTI) menetapkan  bahwa perjuangan untuk membebaskan dari pengenaan PPN pada usaha perkebunan teh yang menjual hasilnya dalam bentuk teh curah, perlu dilakukan dengan konsisten, meskipun telah dimulai sejak sepuluh tahun yang lalu. DIusulkan agar pengenaan PPN diwajibkan kepada produsen hilir yang menjual produknya kepada konsumen akhir. Pengenaan PPN terhadap perkebunan teh yang memproduksi teh curah pada realitanya mengurangi likuiditas usaha, karena sebagian modal kerja tertahan dalam pemba-yaran PPN meskipun juga dapat diupayakan kembali melalui langkah restitusi. Keadaan yang demikian juga mengakibatkan rendahnya harga jual pucuk teh di tingkat petani, karena sebagian besar trader dan pabrikan membebankan PPN tersebut kepada harga beli pucuk teh